Minggu, 31 Juli 2011

Lupa Wajib, Sunnah Diributin



Teman-teman seiman, bagaimana kabar kalian menyambut ramadhan? Mudah-mudahan selalu sehat. Amin. Kali ini saya akan menulis sesuatu yang berkaitan dengan bulan yang akan kita tempuh selama sebulan ke depan, ramadahan. Tahu kan? Teman-temanku yang seiman pasti  tahu. Untuk teman-teman yang tidak seiman mohon maaf tidak saya sapa dulu dalam tulisan ini. Hehehe. Mudah-mudahan kalian juga dalam keadaan sehat selalu.
Baiklah, cerita dalam tulisan ini bukan pengalaman saya pribadi. Melainkan cerita dari guru bahasa arab saya di SMA SMART Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor.
Awal cerita, di suatu malam bulan Ramadhan (saya lupa ramadhan di tahun kapan), yang jelas saat itu beliau baru saja selesai melaksanakan sholat tarawih berjamaah di salah masjid di daerah Bogor. Di masjid ini dilaksanakan sholat tarawih sebanyak delapan rakaat kemudian ditutup dengan sholat witir tiga rakaat. Beliau bergegas mempersiapkan diri untuk pulang. Setibanya di dekat pintu. Tiba-tiba beliau dipertemukan dengan dua kelompok jamaah yang sedang bertengkar. Terdengar jelas mereka mempeributkan masalah rakaat sholat tarawih. Yang satu kukuh dengan pendapat bahwa sebanyak sebelas rakaat termasuk witir, kelompok lain membantah dengan mengatakan seharusnya sebanyak dua puluh satu rakaat. Yang paling parah lagi, mereka hampir adu fisik alias berantam hanya gara-gara rakaat sholat tarawih.
Saya bukan ahli dalam hal agama. saya tidak tahu pasti berapa rakaat yang harus dilakukakan dalam sholat tarawih karena saya tidak tahu mazdhab yang benar. Yang jelas saya masih sangat mengingat perkataan guru saya ini kepada sekelompok orang yang berantem tadi. Begini teman-teman, guru saya basa basi bertanya kenapa meraka sampai berantam. Terus bla bla dijawab dengan nada keras oleh kedua kelompok itu. Mereka saling ngotot dengan pendapat mereka. Mendengar penjelasan mereka masing-masing beliau menanggapi dengan dua pertanyaan yang sangat tajam.
“ Apa hukum sholat tarawih?”
“ Apa hukum menyayangi dan menghargai sesama?”  Mereka serentak menjawab pertnyaan pertama dengan sunnah dan yang kedua dengan wajib.
Setelah pertanyaan di atas, beliau melanjutkan pertanyaannya.
“ Jadi, mengapa yang wajib kita tinggalkan karena mempeributkan yang sunna? Apakah itu yang diajarkan?” sekelompok orang itu langsung diam lebih dari seribu bahasa.
“Berapapun rakaat yang kita jalankan dalam sholat tarawih, itu berasal dari orang-orang terdahulu. Selama masih dalam pintu gerbang syariat islam, dan tidak mengantarkan kita kepada kemaksiatan, perbedaan itu boleh kita jalankan yang mana saja, sesuai pilihan, kondisi, dan situasi masing-masing . Perbedaan yang kita dapatkan sekarang, mari kita sikapi dengan jalan yang baik. Yang ingin menjalankan sebelas rakaat boleh, dua puluh satu juga diperbolehkan. Jangan kita bersihkeras menjalankan yang sunnah tapi yang wajib ditinggalkan. Hubungan kasih sayang dan saling menghargai adalah wajib kita jalankan. Alangkah indah hidup kita bisa menyayangi dan menghargai sesama meski dalam begitu banyak perbedaan.”
Cerita yang didapat dari guru saya di atas singkat namun memiliki makna yang besar bagi hidup kita. Semoga teman-teman semua dapat mengambil hikmah dari cerita di atas. Mudah-mudahan selalu menyayangi dan menghargai sesama. Amin.Lupa Wajib, Sunnah Diributin
Teman-teman seiman, bagaimana kabar kalian menyambut ramadhan? Mudah-mudahan selalu sehat. Amin. Kali ini saya akan menulis sesuatu yang berkaitan dengan bulan yang akan kita tempuh selama sebulan ke depan, ramadahan. Tahu kan? Teman-temanku yang seiman pasti  tahu. Untuk teman-teman yang tidak seiman mohon maaf tidak saya sapa dulu dalam tulisan ini. Hehehe. Mudah-mudahan kalian juga dalam keadaan sehat selalu.
Baiklah, cerita dalam tulisan ini bukan pengalaman saya pribadi. Melainkan cerita dari guru bahasa arab saya di SMA SMART Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor.
Awal cerita, di suatu malam bulan Ramadhan (saya lupa ramadhan di tahun kapan), yang jelas saat itu beliau baru saja selesai melaksanakan sholat tarawih berjamaah di salah masjid di daerah Bogor. Di masjid ini dilaksanakan sholat tarawih sebanyak delapan rakaat kemudian ditutup dengan sholat witir tiga rakaat. Beliau bergegas mempersiapkan diri untuk pulang. Setibanya di dekat pintu. Tiba-tiba beliau dipertemukan dengan dua kelompok jamaah yang sedang bertengkar. Terdengar jelas mereka mempeributkan masalah rakaat sholat tarawih. Yang satu kukuh dengan pendapat bahwa sebanyak sebelas rakaat termasuk witir, kelompok lain membantah dengan mengatakan seharusnya sebanyak dua puluh satu rakaat. Yang paling parah lagi, mereka hampir adu fisik alias berantam hanya gara-gara rakaat sholat tarawih.
Saya bukan ahli dalam hal agama. saya tidak tahu pasti berapa rakaat yang harus dilakukakan dalam sholat tarawih karena saya tidak tahu mazdhab yang benar. Yang jelas saya masih sangat mengingat perkataan guru saya ini kepada sekelompok orang yang berantem tadi. Begini teman-teman, guru saya basa basi bertanya kenapa meraka sampai berantam. Terus bla bla dijawab dengan nada keras oleh kedua kelompok itu. Mereka saling ngotot dengan pendapat mereka. Mendengar penjelasan mereka masing-masing beliau menanggapi dengan dua pertanyaan yang sangat tajam.
“ Apa hukum sholat tarawih?”
“ Apa hukum menyayangi dan menghargai sesama?”  Mereka serentak menjawab pertnyaan pertama dengan sunnah dan yang kedua dengan wajib.
Setelah pertanyaan di atas, beliau melanjutkan pertanyaannya.
“ Jadi, mengapa yang wajib kita tinggalkan karena mempeributkan yang sunna? Apakah itu yang diajarkan?” sekelompok orang itu langsung diam lebih dari seribu bahasa.
“Berapapun rakaat yang kita jalankan dalam sholat tarawih, itu berasal dari orang-orang terdahulu. Selama masih dalam pintu gerbang syariat islam, dan tidak mengantarkan kita kepada kemaksiatan, perbedaan itu boleh kita jalankan yang mana saja, sesuai pilihan, kondisi, dan situasi masing-masing . Perbedaan yang kita dapatkan sekarang, mari kita sikapi dengan jalan yang baik. Yang ingin menjalankan sebelas rakaat boleh, dua puluh satu juga diperbolehkan. Jangan kita bersihkeras menjalankan yang sunnah tapi yang wajib ditinggalkan. Hubungan kasih sayang dan saling menghargai adalah wajib kita jalankan. Alangkah indah hidup kita bisa menyayangi dan menghargai sesama meski dalam begitu banyak perbedaan.”
Cerita yang didapat dari guru saya di atas singkat namun memiliki makna yang besar bagi hidup kita. Semoga teman-teman semua dapat mengambil hikmah dari cerita di atas. Mudah-mudahan selalu menyayangi dan menghargai sesama. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar