Selasa, 06 September 2011

Wahai Pemangsa Puisiku


Wahai Pemangsa Puisiku

Waktu menyekat tapakku
 Pemangsa mencabik-cabik puisiku
Mengoyak setiap goresan tinta di atas kertas putih itu
Meretas sulaman syair yang kulantunkan
Merobek sekat-sekat selebaran yang kutulis
Senarku terputus yang seharusnya menjadi melodi nan merdu
Harmoni nyanyian kalbu yang tak terbendung
Merana seketika itu
Saat kau memangsaku
Saat matamu menatapku tajam
Saat taringmu kau ngangakan
Kau sempat membuatku terperanjat
Berselimut tirai agar tak terlihat
Kau sempat membuat tanganku membeku
Lumpuh tak mampu menyeru
Wahai pemangsa!
Yang membelengguku begitu lama
Kini kuhadir
Mataku tak lagi takut akan taringmu
Telingaku tak lagi bising karena aumanmu
Aliran nadi yang dulu sempat kau sendat, membuat darahku tak membeku
Tapi kini, tatap aku wahai pemangsa!
Taringku jauh lebih tajam
Tatapanku jauh lebih dalam
Puisi mngalir deras di nadiku
Dan takkan pernah terputus
Ia ada di setiap hembusan napasku
Tak akan mati
Menyapa setiap indraku
Tak akan pernah lekang di setiap langkahku
Aumannya jauh lebih keras
Melodinya meharmoni setiap indra
Membuat syahdu kalbu
Mengalangkankan aumanmu
Mempecundangi matamu
Dan mengunyah taringmu yang rapuh
Wahai pemangsa




2 komentar: